Bab 6
Beberapa hari setelah dirinya meminta bantuan kepada teman lamanya. Bunga belum juga mendapatkan kabar atau informasi apapun. Bahkan ada beberapa waktu itu temannya sulit untuk di hubungi.
Ia merasa tak seperti biasanya temannya itu sulit untuk mencari tahu suatu hal.
Sebab Bunga sendiri tahu biasanya temannya itu selalu bisa diandalkan.
Tapi siang tadi nampaknya dirinya seperti mendapat secercah harapan. Ia menerima sebuah pesan di ponsel untuk mengajaknya bertemu. Memang ia tidak mengenal siapa yang mengirim pesan tersebut, karena hanya terdapat nomor saja. Tapi ia tahu bahwa itu Revan yang menggunakan nomor lain.
Bunga menjalani waktu bekerja hari ini dengan gelisah. Hatinya gusar dan namun juga penasaran, ia ingin segera tahu informasi apa yang dibawa oleh temannya itu. Hingga membuat dirinya tidak fokus dalam bekerja dan beberapa kali melihat waktu dari jam tangan yang dipakainya.
*****
Coffee Time.
Di sebuah kafe Bunga duduk dan sambil menunggu seseorang. Setelah lelah bekerja seharian akhirnya sesuatu yang diharapkannya ada, yaitu informasi tentang Reyhan. Namun ia sudah menunggu cukup lama. Bahkan minuman yang dipesannya hampir habis, namun Revan masih belum juga datang.
Beberapa kali dirinya melihat kanan kiri serta pintu masuk keluar kafe tersebut, berharap Revan segera datang. Ia pun memutuskan untuk mencoba menghubunginya namun mendadak ia merasakan ada yang menepuk bahunya dari arah belakang.
"Kau....?!" Ujar Bunga saat menoleh ke belakang. Matanya melotot tajam, ia sangat terkejut saat ini.
"Haha... Tak usah terkejut begitu..." Suara orang yang mendapati keterkejutan Bunga. Ia lalu duduk di bangku depannya.
"Kenapa kau ada disini?" Tanyanya.
"Apa kau bodoh atau pura pura lupa." Jawab lelaki ini.
"Hah!!! Apa Maksudmu!" Tegas Bunga agar Reyhan menjelaskan sesuatu padanya.
"Jika kau mempunyai otak dan menggunakannya untuk berpikir... Kau pasti akan tahu untuk apa aku disini." Seru Reyhan dengan kata kata yang tajam.
Bunga terdiam sesaat untuk mencermati dan mencerna kata kata lelaki ini, sejenak dia bingung dengan apa yang dipikirkan olehnya. Namun sekarang dia tersadar bahwa bukan Revan yang mengirim pesan terhadapnya melainkan Reyhan.
"Hahaha..... Akhirnya kau sadar. Setidaknya aku tahu otakmu masih berfungsi dengan baik walau jarang digunakan." Suara Reyhan menghina lawan bicaranya.
"Lalu bagaimana kau bisa mendapatkan nomor handphone ku?" Tanya Bunga lagi.
"Itu bukanlah suatu hal yang sulit bagiku.." Jawabnya.
"Lalu untuk apa kau menemuiku?!!" Ucap Bunga dengan kesal. Ia merasa sangat marah sekali, ia saat ini ingin memukul wajahnya yang sombong itu.
"Lebih baik kau tahan amarah itu. Aku tahu semua hal yang kau lakukan... Dan juga tentang kau menyuruh temanmu untuk mencari tahu tentang diriku."
Keterkejutan Bunga bertambah kali ini. Ia merasakan pusing yang luar biasa, seperti ada palu besar yang menghantam kepalanya. Ia sudah muak dengan pertemuan ini. Ia akan pergi dari kafe sekarang juga.
"Lebih baik kau tak pergi..." Ujarnya sambil memberikan isyarat pada Bunga sesaat setelah ia melihat lawan bicaranya itu akan berdiri.
Bunga yang hampir sempat berdiri kembali pada sikap duduknya tadi. Ia kemudian lantas bertanya. "Apa yang kau tahu tentangku dan apa yang kau inginkan dariku."
"Semuanya dan tidak ada..." Jelasnya.
Bunga tahu bahwa orang yang duduk di depannya saat ini adalah orang yang pintar dan licik. Ia harus berhati hati dalam setiap bertindak saat ini. Ia juga merasa bahwa orang ini begitu menakutkan, bahkan ia tahu ia lebih licik daripada Ular, ataupun Serigala.
Ia pun mencoba kembali untuk tenang, meredakan rasa amarah dan mengatur nafasnya kembali. Ia juga tidak boleh menunjukkan ekspresi apapun terhadap Reyhan.
"Nampaknya kau sudah sedikit lebih tenang...Jadi aku akan segera bertanya padamu." Kata Reyhan.
"Apa maksudmu?" Tanya Bunga.
"Karena pertemuan terakhir kita bernuansa yang buruk bagaimana kalau kita sedikit bermain?" Jelasnya.
"Bermain?" Ucap Bunga yang semakin bingung akan hal ini. Ia merasa bahwa laki laki ini tidak waras.
"Ya... Kita akan bermain. Kita akan saling bertanya satu sama lain. Dan kita wajib menjawab pertanyaan yang diajukan pada kita. Hahaha.. Bukankah ini menjadi menyenangkan.." Jawabnya disertai tawa dan sebuah senyum.
"Baiklah..." Jawab Bunga.
"Okay kau akan ku beri kesempatan bertanya terlebih dahulu." Ujarnya.
"Darimana kau tahu tentang diriku.." Tanya Bunga.
Lelaki ini hanya tersenyum mendengar pertanyaan darinya, ia tak menjawab pertanyaan itu melainkan mengambil sesuatu dari tas yang ia bawa, dan kemudian menunjukkannya ke arah Bunga.
"Buku...?" Sahut Bunga dengan heran.
"Sekarang giliran ku yang bertanya. Apa kau paham!" Jelasnya.
Sementara Bunga hanya terdiam saat ini. Ia menunggu pertanyaan apa yang terlontar dari mulut laki laki ini. Ia pun mencoba untuk bersikap tenang.
"Apa yang membuatmu tertarik mencari tahu tentang diriku?" Tanyanya.
"Entahlah... Menurutku kau memiliki keanehan.." Kata Bunga menjawab pertanyaan dari Reyhan.
"Buku apa itu?" Tanya Bunga balik.
"Ini hanya sebuah buku yang berisi tentang data semua orang yang ada di wilayah hidupku. Atau lebih tepatnya orang yang berhubungan dengan diriku." Jelasnya.
Bunga tambah heran dengan Reyhan. Untuk apa orang ini mengumpulkan data semua orang, saat ini ia berpikir bahwa laki laki yang duduk di hadapannya ini memang tidak waras.
"Lalu bagaimana kondisi temanmu yang kau suruh untuk mencari tahu tentang diriku." Ucap Reyhan.
Mendadak ia teringat akan kondisi Revan. Ia merasa bahwa temannya itu dalam situasi yang berbahaya, ia tidak tahu apa yang orang ini lakukan pada Revan.
"Apa yang kau lakukan pada Revan!" Suara keras terlontar dari mulut Bunga.
Lelaki ini hanya tersenyum, ia kemudian seperti mengingat ingat suatu hal yang terlupa atau terlewatkan oleh dirinya, hingga ia berkata sesuatu." Aku lupa menjelaskan aturan permainan ini...Hahaha.."
Bunga yang saat ini semakin marah dan sebentar lagi akan meledak, ia sudah benar benar marah akan sikap lawan bicaranya ini. Ia pun bersiap akan berdiri dan menambpar wajahnya itu.
Namun Reyhan lebih dulu berdiri dan melangkah ke arah Bunga. Ia pun sedikit membungkuk saat sudah ada disampingnya, ia juga berbisik ke arah telinganya. "Aturan dari permainan ini adalah, peserta boleh pergi dan bebas tanpa harus menjawab satu pertanyaan yang diajukan kepada dirinya.. Hahaha.... Dan juga sebaiknya kau telepon temanmu itu sekarang, aku takut ia berada pada situasi yang sulit dan tidak di inginkan."
Setelah itu ia berjalan pergi meninggalkan Bunga dan kafe tersebut, sementara Bunga hanya bisa meneteskan air mata saat ini. Ia mencoba menghubungi temannya dan mengirimnya pesan, namun dirinya tidak mendapatkan balasan dari pesannya.
Dan ditambah Revan yang tidak mengangkat telepon darinya, hal itu semakin memperburuk suasana hatinya saat ini.
Ia pun bergegas keluar dan pergi dari kafe tersebut. Ia akan meminta bantuan sahabatnya untuk mencari tahu kondisi Revan saat ini.
Akan tetapi ketika dirinya sudah sampai di tempat parkir, ia mendapati ponselnya berdering panggilan masuk. Ia melihat siapa yang saat ini menelponnya.
"Halo... Revan kau baik baik saja kan?" Tanya Bunga panik.
"Iya aku baik baik saja... Maaf tadi ponselku aku matiin dan aku charger." Jawab suara dari ujung telepon.
Mendengar jawaban dari temannya membuat suasana hatinya sedikit lega, perasaan kacau dan gelisah kini sedikit berkurang. Ia pun sedikit berbicara dengan Revan melalui telepon sebelum memutuskan untuk pulang ke rumah.
TBC....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar